000<( Selamat Datang di Syahvee's Blog, Blog ini hanya berisi sedikit informasi sederhana, semoga bermanfaat. )>000

Jumat, 06 Agustus 2010

DOSA BESAR BAGI ISTERI

Termasuk dosa besar bagi seorang isteri adalah bila mana keluar rumah
tanpa seijin suaminya. Kendati tujuannya untuk takziyah kepada orang tuanya
yang mati. Tersebut dalam ihya ‘ulumuddin Imam Al Ghozali di katakan
bahwa ada seorang lelaki (suami)hendak bepergian. Sebelum berangkat ia
meminta istrinya agar tidak turun dari tempatnya yang berada di bagian
bangunan tingkat atas. Sementara Orang tuanya berada di tingkat bawah.
Orang tuanya sakit. Perempuan itu mengutus seorang pembantunya
menghadap Rasulullah S.A.W untuk minta izin turun sebentar untuk
membesuk orang tuanya.
Rasulullah S.A.W bersabda :”Taatilah suamimu. Jangan kau turun. . ”Tidak
begitu lama, orang tuanya mati. IA mengirim utusan menghadap Rasulullah
S.A.W untuk memohonkan izin, agar dirinya dapat menyaksikan jenazah
orang tuanya.
Rasulullah S.A.W bersabda :”Taatilah suamimu”. Maka orang tuanyapun di
kuburkan. tidak begitu lama Rasulullah S.A.W mengutus seseorang untuk
memberi tahu pada perempuan itu bahwa Allah telah mengampuni dosa dosa
orang tuanya disebabkan ketaatan perempuan itu pada suaminya.

FAIDAH Ada seorang Ibu memberi nasehat pada putrinya, IA berkata
peliharalah sepuluh tingkah ini, niscaya kamu akan menjadi simpanan, Yaitu:
Pertama dan kedua: Mudah menerima keadaan(qona’ah), berbakti dan
mentaati suami.
Ketiga dan keempat, hendaknya kamu menjadikan dirimu sebagai perempuan
yang selalu didambakan dan dirindukan lantaran tatapan mata dan
ciumannya. Artinya hendaknya kamu jangan sampai dilihat suamimu sebagai
perempuan yang di benci (atau perempuan yang buruk). hendaknya suamimu
tidak pernah berkasih mesra dengan dirimu kecuali dalam keadaan selalu
harum melekat dalam dirimu.
Kitab Uquudu Lujain Fii Bayaani Huquuzzaujaini
32
Kelima dan keenamnya hendaknya kamu selalu menjadi perhatian sewaktu
suamimu makan dan tidur. Sebab rasa lapar itu mudah menimbulkan
pemberontakan nafsu dan sulit tidur, bahkan mempermudah tumbuhnya
kemarahan.
Ketujuh dan kedelapannya hendaknya kamu pandai pandai memelihara harta
dan rahasia keluarga suami yang dapat mempermalukan dirinya.
Kesembilan dan kesepuluhnya : Hendaknya kamu jangan menentang
perintahnya, dan jangan suka menyebarkan rahasia suami. Karena kalau
kamu menentang perintahnya akan sangat mudah menimbulkan/meledakkan
kemarahannya. Kalau kamu menyebarluaskan rahasianya berarti kamu tidak
dapat di percaya jika dia sedang tidak ada dirumah.
Ingatlah baik baik ingatlah. Sekali sekali kamu jangan menunjukkan
kegembiraan di hadapannya, selagi suamimu sedang bersedih. Sebaliknya
jangan berwajah cemberut selagi suamimu berwajah berbinar binar lagi
gembira.
Rasulullah S.A.W bersabda : ”Sesungguhnya seorang istri yang keluar rumah
sedangkan suaminya tidak menyukainya maka seluruh malaikat
melaknatinya, demikian pula semua barang yang di lewatinya, selain jin dan
manusia. Sehingga dirinya kembali dan bertaubat.

Sumber : Kitab Uquudu Lujain Fii Bayaani Huquuzzaujaini " BAB 19 "

Rabu, 04 Agustus 2010

Pengertian Thagut (QS.Al-Baqarah 256)

Thagut adalah setiap yang disembah selain Allah, ia rela dengan peribadatan yang dilakukan oleh penyembah atau pengikutnya, atau rela dengan keta’atan orang yang menta’atinya dalam hal maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Allah mengutus para Rasul agar memerintahkan kaumnya menyemabh kepada Allah semata dan menjauhi thagut.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (٣٦)

36. dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut[826] itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya[826]. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).

[826] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.
[826] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.

Bentuk thagut teramat banyak, tetapi pemimpin mereka ada lima :
1. Setan
Thagut ini selalu menyeru beribadah kepada sealin Allah’

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (٦٠)

60. Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu",
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (٦٠)

60. Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu",

2. Penguasa zhalim yang mengubah hukum-hukum Allah Ta’ala.
Seperti peletak undang-undang yang tidak sejalan dengan Islam.

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (٢١)

21. Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang Amat pedih.
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (٢١)

21. Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang Amat pedih.

3. Hakim yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah.
Jika ia mempercayai bahwa hukum-hukum yang diturunkan Allah tidak sesuai lagi, atau membolehkan diberlakukannya hukum yang lain.

إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ فَلا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ (٤٤)

44. Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.

4. Orang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib sealin Allah.

قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ الْغَيْبَ إِلا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ (٦٥)

65. Katakanlah: "tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.

5. Seseorang atau sesuatu yang disembah dan diminta pertolongan oleh manusia selain Allah, sedangkan ia rela dengan yang demikian.

وَمَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِنْ دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ (٢٩)

29. dan Barangsiapa di antara mereka, mengatakan: "Sesungguhnya aku adalah Tuhan selain daripada Allah", Maka orang itu Kami beri Balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim.

Setiap mukmin wajib mengingkari thagut sehingga ia menjadi seorang mukmin yang lurus.

لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (٢٥٦)

256. tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

[162] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.

Itulah pengertian dari thagut, ayat berikut ini untuk mengingatkan siapa thagut dan bahayanya mereka.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (٣٦)

فَفَرَرْتُ مِنْكُمْ لَمَّا خِفْتُكُمْ فَوَهَبَ لِي رَبِّي حُكْمًا وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُرْسَلِينَ (٢١)
إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ فَلا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ (٤٤)

قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ الْغَيْبَ إِلا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ (٦٥)

وَمَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِنْ دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ (٢٩)

Yang artinya adalah sebagai berikut:
36. dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut[826] itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya[826]. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).

[826] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.
[826] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.

60. Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu",

21. lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul.

44. Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.

65. Katakanlah: "tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.

29. dan Barangsiapa di antara mereka, mengatakan: "Sesungguhnya aku adalah Tuhan selain daripada Allah", Maka orang itu Kami beri Balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim.

sumber : http://jalan-islamkaffah.blogspot.com/2009/09/thagut.html

ETIKA BERDAKWAH DALAM ISLAM

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ


“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka adalah orang-orang yang beruntung” (QS Ali Imran:104)

Di antara kewajiban asasi dalam Islam adalah kewajiban melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, suatu kewajiban yang dijadikan oleh Allah Swt. sebagai salah satu dari dua unsur pokok keutamaan dan kebaikan umat Islam. Sebagaimana halnya Allah Swt. memuji orang-orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar, maka Allah Swt. mencela orang-orang yang tidak menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.
Allah Swt. berfirman, “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka selalu durhaka dan melampuai batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu” (QS Al-Maidah: 78-79).
Dengan demikian, seorang Muslim bukanlah semata-mata baik terhadap dirinya sendiri, melakukan amal saleh dan meninggalkan maksiat serta hidup di lingkungan khusus, tanpa peduli terhadap kerusakan yang terjadi di masyarakatnya. Muslim yang benar-benar Muslim adalah orang yang saleh pada dirinya dan sangat antusias untuk memperbaiki orang lain. Dialah yang digambarkan oleh Allah Swt. dalam QS Al-‘Ashr,
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS Al-‘Ashr: 1-3).
Tidak ada keselamatan bagi seorang Muslim dari kerugian dunia dan akhirat, kecuali dengan melakukan tawashi bil haq dan tawashi bish shabr yang biasa diistilahkan amar ma’ruf nahi munkar. Maka setiap kemungkaran yang terjadi pada suatu masyarakat Muslim hanyalah disebabkan oleh kelengahan masyarakat Muslim itu sendiri.

Oleh karena itu, Rasulullah Saw. besabda, “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Maka barangsiapa tidak mampu (mengubah dengan tangannya), hendaklah ia mengubah dengan lisannya, dan barangsiapa tidak mampu (mengubah dengan lisannya), hendaklah ia mengubah dengan hatinya, tetapi yang demikian itu adalah selemah-lemah iman” (HR Muslim).
Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa mengubah kemungkaran merupakan kewajiban setiap Muslim. Sesuai dengan urutannya, setiap Muslim hendaknya berupaya semaksimal mungkin untuk menghentikan kemungkaran dengan tangannya. Bila tidak mampu dengan tangan, maka dengan lisannya. Bila tidak mampu juga, maka cukuplah hati kita mengingkari dan menolaknya, bukan justru mendukungnya.
Namun, kebanyakan umat Islam saat ini kurang peduli dengan kemungkaran yang merebak di masyarakatnya. Atau ia langsung memilih alternatif ketiga, yaitu mengubah kemungkaran dengan hatinya, padahal ia belum mencoba mengubah dengan tangannya atau dengan lisannya.
Dalam konteks amar ma’ruf nahi munkar, ma’ruf adalah maa ‘arofahu al-aqlu wasy-syarru’ (sesuatu dianggap ma’ruf bila seusai dengan ajaran Islam dan akal), sehingga ukuran kebaikan itu tidak terletak pada subyektifitas perorangan. Kita sering mendengar sesuatu baik, akan tetapi tidak jelas baik menurut siapa. Baik dalam mustholahul Islami adalah baik menurut Allah dan baik menurut akal. Sedangkan al-munkar adalah maa ankaro ‘alaihi aqlu wasy-syar’ (sesuatu yang diingkari oleh akal dan Islam). Jadi amar ma’ruf nahi munkar itu dua istilah terminologi dalam Islam, sehingga cara memahaminya harus dikembalikan kepada Islam itu sendiri.
Dalam QS Ali Imran: 110, Allah Swt. berfirmah, “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk mansia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah …”
Jadi agar menjadi yang terbaik, maka kita harus berani di tengah-tengah masyarakat untuk melakukan perbaikan di segala bidang kehidupan. Dengan menjadi umat terbaik, maka kita bisa memelihara kehidupan manusia dari berbagai macam keburukan dan kerusakan, baik keburukan dalam akhlaq, keburukan dalam sistem ekonomi, keburukan dalam dunia politik, kerusakan dalam dunia pendidikan, dan lain sebagainya. Upaya pemeliharan yang harus kita lakukan adalah dengan senantiasa menggulirkan amar ma’ruf nahi munkar. Dan agar upaya amar ma’ruf nahi munkar ini berlangsung dengan baik, maka kita harus memiliki kekuatan yang memadai. Tanpa dukungan kekuatan yang memadai, sebuah jama’ah akan mengalami kesulitan dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan sempurna.
Kekuatan yang dimaksudkan di sini bukan hanya berupa senjata saja, tapi yang lebih penting adalah kekuatan ruhiyah (kekuatan mentalitas). Dengan kondisi ruhiyah yang baik dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar, kita tidak akan dikendalikan oleh perasaan kita. Ketika seorang da’i dalam berdakwah dikuasai oleh perasaannya, akan mudah merasa tidak enak ketika harus berdakwah kepada orang tuanya, atau kepada saudaranya, atau kepada mantan gurunya. Kita harus merasa lebih tidak enak kepada Allah kalau kita tidak berdakwah.
Keketapan Allah Swt. untuk menjadi umat Islam sebagai umat terbaik bukan merupakan basa-basi dari Allah Swt. Umat Islam memang umat terbaik, tapi itu semua membutuhkan kerja nyata dan pengorbanan. Karena keterbaikan kita bukan karena faktor keturunan, meski kita dilahirkan dalam keluarga Muslim. Justru ke-Musliman kita harus senantiasa kita kembangkan sehingga akhirnya benar-benar bisa menjadi yang terbaik. Jangan sampai kita mempunyai pemahaman seperti orang-orang Ahli Kitab. Mereka merasa yang terbaik bukan karena kualitas keimanan kepada Allah Swt., akan tetapi karena mereka merasa keturunan Yahudi dan Nasrani.
Mereka menganggap bahwa orang Yahudi dan Nasrani adalah bangsa pilihan. Pemahaman seperti ini masih melekat sampai sekarang, terutama pada orang-orang Yahudi. Oleh karena itu penyakit orang Yahudi ini jangan sampai menular pada umat Islam. Jangan sampai ada seorang Muslim yang menganggap dirinya terbaik bukan karena kualitas keimanannya kepada Allah, akan tetapi karena ia keturunan seorang Muslim. Padahal kemuliaan dalam pandangan Islam bukan ditentukan oleh faktor keturunan, akan tetapi karena ketaqwaannya kepada Allah sesuai dengan firman-Nya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS Al-Hujurat:13).
Jadi, menjadi umat terbaik bukan karena faktor keturunan, akan tetapi karena adanya amal yang produktif dalam rangka menjaga kehidupan umat manusia dari kemungkaran-kemungkaran dan dalam rangka melakukan amar ma’ruf, yang semuanya dilandasi oleh keimanan.
Dalam sebuah ayat, Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS Al-Maidah: 35).
Dalam ayat ini, Allah Swt. menyuruh kita untuk mencari wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. kemudian berjihad dengan menggunakan wasilah itu sampai Allah Swt. memberikan kemengan dunia dan akhirat.
Kalau ayat ini kita padukan dengan QS Ali Imran: 104 di atas, maka kita akan memahami bahwa Allah Swt. menyuruh kita mencari atau membuat sebuah wasilah dimana dengan wasilah itu kita dapat berjihad dengan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar hingga Allah Swt. memberikan kemenangan kepada kita.
Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan, wasilah memiliki dua arti. Pertama, wasilah berarti alat, usaha yang dapat mencapai tujuan. Kedua, wasilah berarti derajat yang tertinggi di surga yang disediakan untuk Nabi Muhammad Saw. Hal ini dijelaskan Rasulullah Saw. dalam sabdanya,
“Jika kalian bersalawat untukku, maka mintakan kepada Allah untukku wasilah. Sahabat bertanya, ‘Apakah wasilah itu ya Rasulullah?’ Jawab Nabi Saw., ‘Tingkat yang tetinggi di surga, tidak akan dicapai oleh seseorang, dan aku berharap semoga akulah orangnya” (HR Ahmad dan Tirmidzi).
Dr. Yusuf Al-Qaradhawi menetapkan empat syarat melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Pertama, perkara tersebut disepakati kemungkarannya. Artinya, kemunkarannya ditetapkan berdasarkan nash syara’ yang tegas dan jelas, atau berdasarkan kaidah-kaidah yang qath’i setelah melalui penyelidikan. Perkara tersebut adalah sesuatu yang jelas-jelas keharamannya dimana pelakunya berhak mendapat siksa, baik berupa melakukan sesuatu yang dilarang, maupun meninggalkan sesuatu yang diperintahkan. Baik yang termasuk dosa kecil maupun dosa besar.
Kedua, kemunkaran dilakukan secara terang-terangan atau dapat dilihat berdasarkan bukti-bukti yang jelas dan benar. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Saw., “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran …” Mencegah kemungkaran harus berdasarkan penglihatan mata, bukan karena mendengar dari orang lain.
Ketiga, adanya kemampuan bertindak untuk mengubah kemungkaran. Hal ini juga berdasarkan hadits yang sama. Siapa yang tidak mampu mengubah dengan tangan dan lisannya, maka cukuplah baginya menolak kemungkaran dengan hatinya. Biasanya yang mempunyai kemampuan ialah penguasa di wilayah kekuasaannya, misalkan suami terhadap istri, ayah terhadap anak-anaknya, ketua sebuah organisasi terhadap anggotanya, dan pemerintah terhadap rakyatnya.
Keempat, tidak dikhawatirkan akan menimbulkan kemungkaran yang lebih besar. Misalkan, pencegahan terhadap sebuah kemungkaran menimbulkan fitnah yang dapat memicu pertumpahan darah. Hal ini didukung oleh hadits Nabi Saw., “Kalau bukan karena kaummu baru terentas dari kemusyrikan, niscaya saya bangun Ka’bah di atas pondasi yang dibangun Ibrahim” (HR Bukhari). Wallahu a’lam bishshawab.

Tafsir Depag RI : QS 002 - Al Baqarah 256

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ  

Ada suatu riwayat tentang sebab turunnya ayat ini, seorang lelaki bernama Abu Al-Husain dari keluarga Bani Salim Ibnu Auf mempunyai dua orang anak lelaki yang telah memeluk agama Nasrani sebelum Nabi Muhammad saw. diutus Tuhan sebagai nabi. Kemudian kedua anak itu datang ke Madinah (setelah datangnya agama Islam), maka ayah mereka selalu meminta agar mereka masuk agama Islam dan ia berkata kepada mereka, "Saya tidak akan membiarkan kamu berdua, hingga kamu masuk Islam." Mereka lalu mengadukan perkaranva itu kepada Rasulullah saw. dan ayah mereka berkata, "Apakah sebagian dari tubuhku akan masuk neraka?" Maka turunlah ayat ini, lalu ayah mereka membiarkan mereka itu tetap dalam agama semula. 
Jadi, tidak dibenarkan adanya paksaan. Kewajiban kita hanyalah menyampaikan agama Allah kepada manusia dengan cara yang baik dan penuh kebijaksanaan serta dengan nasihat-nasihat yang wajar sehingga mereka masuk agama Islam dengan kesadaran dan kemauan mereka sendiri. 
Apabila kita sudah menyampaikan kepada mereka dengan cara yang demikian tetapi mereka tidak juga mau beriman itu bukanlah urusan kita melainkan urusan Allah swt. Kita tidak boleh memaksa mereka. Dalam ayat yang lain Allah swt. telah berfirman yang artinya, "Apakah Engkau ingin memaksa mereka hingga mereka itu menjadi orang-orang yang beriman?" 
Dengan datangnya agama Islam, maka jalan yang benar sudah tampak dengan jelas dan dapat dibedakan dari jalan yang sesat. Maka tidaklah boleh adanya pemaksaan untuk beriman karena iman tersebut adalah keyakinan dalam hati sanubari dan tak seorang pun dapat memaksa hati seorang untuk meyakini sesuatu apabila ia sendiri tidak bersedia. 
Ayat-ayat Alquran yang menerangkan kenabian Muhammad saw. sudah cukup jelas. Maka terserahlah kepada setiap orang apakah ia akan beriman atau kafir setelah kita menyampaikan ayat-ayat itu kepada mereka. Inilah etika dakwah Islam. Adapun suara-suara yang mengatakan bahwa agama Islam dikembangkan dengan pedang itu hanyalah omong kosong dan fitnahan belaka. Umat Islam di Mekah sebelum berhijrah ke Madinah hanya melakukan salat dengan cara sembunyi dan mereka tidak mau melakukan secara demonstratif terhadap kaum kafir. Ayat ini turun kira-kira pada tahun ketiga sesudah hijrah, yaitu setelah umat Islam memiliki kekuatan yang nyata dan jumlah mereka telah bertambah banyak namun mereka tidak diperbolehkan melakukan paksaan terhadap orang-orang yang bukan muslim, baik paksaan secara halus apalagi dengan kekerasan. 
Adapun peperangan yang telah dilakukan umat Islam, baik di Jazirah Arab maupun di negeri-negeri lain seperti di Mesir, Persia dan sebagainya, itu hanyalah semata-mata suatu tindakan bela diri terhadap serangan-serangan kaum kafir kepada mereka, dan untuk mengamankan jalannya dakwah Islam. Sehingga orang-orang kafir itu dapat dihentikan dari kezaliman, memfitnah dan mengganggu umat Islam karena menganut dan melaksanakan agama mereka dan agar kaum kafir itu dapat menghargai kemerdekaan pribadi dan hak-hak asasi manusia dalam menganut keyakinan. 
Di daerah-daerah yang telah dikuasai kaum muslimin, orang-orang yang belum menganut agama Islam diberi hak dan kemerdekaan untuk memilih apakah mereka akan memeluk agama Islam ataukah akan tetap dalam agama mereka. Jika mereka memilih untuk tetap dalam agama semula, maka mereka diharuskan membayar "jizyah", yaitu semacam pajak sebagai imbangan dari perlindungan yang diberikan pemerintah Islam kepada mereka. Dan keselamatan mereka di jamin sepenuhnya asal mereka tidak melakukan tindakan-tindakan yang memusuhi Islam dan umatnya. 
Ini juga merupakan suatu bukti yang jelas bahwa umat Islam tidak melakukan paksaan, bahkan tetap menghormati kemerdekaan beragama, walaupun terhadap golongan minoritas yang berada di daerah-daerah kekuasaan mereka. Sebaliknya dapat kita lihat dari bukti-bukti sejarah, baik pada masa dahulu, maupun pada zaman modern sekarang ini, betapa malangnya nasib umat Islam apabila mereka menjadi golongan minoritas pada suatu negara. 
Ayat ini selanjutnya menerangkan, bahwa siapa-siapa yang sudah tidak lagi percaya kepada tagut, atau tidak lagi menyembah patung, atau benda yang lain, melainkan beriman dan menyembah Allah semata-mata, maka ia telah mendapatkan pegangan yang kokoh, laksana tali yang kuat yang tak akan putus. Dan iman yang sebenarnya adalah iman yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lidah dan diiringi dengan perbuatan. Itulah sebabnya, maka pada akhir ayat, Allah berfirman yang artinya, "Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." Artinya Allah senantiasa mendengar apa yang diucapkan dan Dia lalu mengetahui apa yang diyakini dalam hati, dan apa yang diperbuat oleh anggota badan. Dan Allah akan membalas amal seseorang sesuai dengan iman, perkataan dan perbuatan mereka masing-masing.

sumber : http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002--al-baqarah/589-tafsir-depag-ri-qs-002-al-baqarah-256.html

Kewajiban Seorang Suami

Kewajiban sebagai seorang suami banyak sekali, namun secara umum yang terpenting di antaranya:
  1. Kewajiban materi meliputi pemberian nafkah; kebutuhan makanan, pakaian, pendidikan keluarga, serta tempat tinggal
  2. Tidak boleh memberatkan isteri dengan mengajukan berbagai tuntutan di luar kemampuannya. Jangan membuat suasana kacau karena permasalahan sepele, sebagaimana yang telah diwasiatkan Rasulullah Sholallahu ‘alahi wassalam: “Ingatlah dan berwasiatlah kepada wanita dengan kebaikan, karena mereka berada di sisimu bagaikan pelayan dan kalian tidak bisa memiliki lebih dari itu kecuali mereka telah melakukan perbuatan keji dengan bukti jelas” Shahih diriwayatkan at-Tirmidzi dalm Sunannya (1163) dan Ibnu dalam Sunannya (1851)
  3. Kewajiban non materi seorang suami meliputi; menggembirakan isteri dan bersikap lemah lembut dalam bertutur kata. Sang suami harus bermusyawarah dan meminta pendapat isteri dalam menunaikan kebaikan. Begitu juga sang suami harus berterima kasih atas jerih payah isterinya dan tidak boleh mendiamkan di atas tiga hari karena urusan keduniaan.
  4. Hendaknya seorang suami memberi kesempatan bagi isterinya untuk beramal shalih, bersedekah dengan hartanya, memberi hadiah, menyambut tamu dari keluarga dan kerabatnya, serta setiap orang yang mempunyai hak atasnya.
  5. Hendaklah mengambil waktu yang cukup untuk tinggal di rumah dan berusaha semaksimal mungkin menghindari keluar rumah/sering bepergian tanpa tujuan. Karena sering keluar rumah yang tanpa manfaat, misal begadang, akan membawa kehancuran.
  6. Hendaknya suami tidak melarang isterinya berkunjung kepada keluarga dan kerabatnya asal tidak berlebihan.
  7. Wanita adalah mahluk yang lemah, maka wajib bagi laki-laki memberi perhatian cukup, melarangnya ke pasar dan tempat lain sendirian, dan harus menjauhkannya dari tempat ikhtilat dan khalwah dengan laki-laki lain. Begitu juga seorang suami, harus menjauhkan dari rumahnya segala sesuatu yang merusak aqidah dan akhlak keluarga, dan menyingkirkan segala sarana maksiat yang menghancurkan kehormatan, seperti alat musik.
  8. Seorang suami harus mengajarkan kepada isterinya ilmu agama dan mendidiknya di atas kebaikan, serta menyiapkan segala kebutuhannya dalam rangka untuk meraih ilmu dan istiqamah dalam beragama sesuai dengan ajaran Allah.
Dikutip dari buku “Romantika Kawin Muda” karya Al Ustadz Zaenal Abidin Syamsudin, Penerbit; Pustaka Imam Abu Hanifah.

Selasa, 03 Agustus 2010

Keluarga Harmonis



Keluarga harmonis merupakan tanggungjawab
suami-isteri, bukan hanya isteri ataupun suami saja.

Keluarga bisa harmonis, suami-isteri dapat rukun jika
masing-masing mensyukuri apa yang ada pada
pasangannya.

Masalah tidak ada kecocokan 100 % merupakan hal yang
biasa karena suami-isteri adalah dua orang yang
berbeda, yang dibesarkan oleh keluarga yang berbeda,
untuk itu diperlukan saling pengertian kedua belah
pihak agar dapat menyesuaikan diri.
Wanita harus dapat membuat pasangannya 'merasa'
dibutuhkan secara moril, bukan secara materi,
janganlah terlalu berharap banyak akan pasangan kita,
selagi dia tidak mampu.

Tidak ada yang namanya kodrat perempuan dibawah suami.
Suami - isteri
sejajar, mitra yang saling bersatu padu menjalankan
bahtera rumah
tangga. Keputusan diambil berdasarkan musyawarah
mufakat dan pembagian
tugas rumah tangga dibagi rata dan saling
bertanggungjawab. Suami-isteri ibarat puzzle,
potongannya saling melengkapi satu sama lain.
Apabila ada potongan yang tidak pas atau hilang maka
puzzle tidak akan
lengkap, demikianlah rumah tangga itu.

Suami-isteri perlu meluangkan waktu bersama seperti
re-honeymoon, atau berjauhan untuk sementara dengan
demikian akan timbul rasa kangen satu sama lain saat
berjauhan.

Rumah tangga yang sudah tidak harmonis, tidak
seharusnya menjadi
tanggungjawab istri untuk mengharmoniskannya kembali.
Jika seorang ibu berpikir demikian karena naluri
keibuan merasa tidak rela anak-anak harus menanggung
akibat dari kekacauan rumah tangga yang seharusnya
bisa kita kendalikan dengan baik.

Kalau ketidak cocokan itu memang sudah tidak dapat
diperbaiki lagi, dan berpisah dianggap jalan yg
terbaik, lebih baik berpisah dari pada anak dibesarkan
dalam keluarga yang tidak harmonis, anak-anak berhak
dibesarkan dalam kedamaian.

Perceraian tidak selalu berakibat buruk, apalagi kalau
setelah bercerai hubungan ortu masih tetap baik. Anak
akan tetap merasakan kasih sayang dan akan belajar
menerima kenyataan tanpa merasa terluka.


Semoga Bermanfaat 

Sumber : http://www.dunia-ibu.org/html/keluarga_harmonis.html 

MUNAKAHAT

Nikah atau perkawinan ialah akad yang menghalalkan pergaulan, membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dan perempuan yang antara keduanya bukan muhrim. Firman Allah SWT Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS An Nisa : 3) Lihat Al-Qur’an online di Google
Pernikaha merupakan suatu hal yang sangat penting dan mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan. Disamping itu, nikah merupakan salah satu asas pokok hidup yang utama dalam pergaulan masyarakat. Tanpa pernikahan tidak akan terbentuk rumah tangga yang baik, teratur dan bahagia serta akan timbul hal-hal yang tidak didinginkan dalam masyarakat. Misalnya, manusia tidak dapat mengekang hawa nafsunya sehingga timbul pemerkosaan dan bencana di masyarakat.Oleh karena itu, dengan pernikahan akan timbul kasih-mengasihi, sayang-menyayangi antara suami dan istri, saling kenal mengenal, tolong menolong antar keluarga suami dengan keluarga istri dan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.Sabda rasulullah SAW yang artinya :Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, telah bersabda Raulullah SAW kepada kami, Hai pemuda-pemuda barang siapa yang mampu diantara kamu serta berkeinginan hendak kawin, hendaklah dia kawin karena sesungguhnya perkawinan itu akan memejamkan mata terhadap orang yang tidak halal dilihatnya dan akan memeliharanya dari godaan syahwat. Dan barang siapa yang tidak mampu kawin hendaklah dia puasa karena dengan puasa hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang.” (HR Muttafaqu ‘Alaih) MuhrimMuhrim ialah orang yang tidak halal dinikahi. Dalam hal ini ada empat belas orang sebagai berikut.
  1. Tujuh orang karena nasab (keturunan), yaitu
a) ibu, nenek, dan seterusnya sampai keatas, bapak kakek dan seterusnya b) anak, cucu dan seterusnya ke bawahc) saudara seibu dan sebapak, sebapak dan seibu sajad) saudara dari bapake) saudara dari ibuf) anak dari saudara laki-laki dan seterusnyag) anak dari saudara perempuan dan seterusnya
  1. Dua orang dari sebab menyusu, yaitu
a) ibu yang menyusuib) saudara sepersusuan
  1. Empat orang dari sebab perkawinan, yaitu
a) ibu dari istri atau bapak dari istri (mertua)b) anak tiri apabila orang tuanya sudah dicampuri (digauli)c) istri/suami dari anak (menantu)d) orang tua tirie) mengumpulkan bersama-sama antara dua orang yang bersaudara dalam satu waktu. Dilihat dari keadaan orang yang akan melangsungkan pernikahan maka hukum nikah itu ada lima, sebagai berikut.
  1. Jaiz, artinya diperbolehkan dan inilah yang menjadi dasar hukum pernikahan
  2. Sunah, yaitu bagi orang yang telah mempunyai keinginan untuk nikah dan mempunyai bekal hidup untuk membiayai orang yang menjadi tanggungannnya.
  3. Makruh, yaitu bagi orang yang mempunyai keinginan untuk nikha tapi belum mempunyai bekal hidup untuk membiayai (nafkah) bagi orang yang menjadi tanggungannya.
  4. Wajib, yaitu badi ornag yang telah mempunyai bekal hidup untuk memberi nafkah dan adanya kekhawatiran terjerumus dlam perbuatan maksiat atau zina bila tidak segera menikah.
  5. Haram, yaitu bagi orang yang akan melangsungkan pernikahan itu mem[unyai niat buruk, seperti niat buruk untuk menyakiti pasangan yang akan dinikahinya.
B. Tujuan NikahTujuan nikah dalam agama Islam disebutkan dalam surat Ar Rum : 21, yaitu untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia, keluarga yang merasakan kebahagian lahir dan bathin, keluarga yang sakinah dan sejahtera. Keluarga bahagia adalah keluarga yang diliputi suasana damai, aman, tenteram, tertib, saling pengertian, tolong-menolong antar anggota keluarga melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing. Firman Allah SWT.Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar Rum : 21) Lihat Al-Qur’an online di GoogleJadi, salah satu dari tanda kekuasaan Allah ialah menciptakan istri-istri dengan perkawinan agar merasakan ketentraman hidup dan penuh kasih sayang diantara suami istri. Suami ataupun istri masing-masing mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk kebahagian rumah tangganya. Misalnya, suami sebagai kepala rumah tangga bertanggung jawab penuh terhadap anak dan istrinya dengan memberi nafkah, sesuai dengan kemampuannya. Suami memimpin, membimbing serta menjaga atas keselamatan dan kesehatan keluarganya.Istri bertanggung jawab dalam mendidik anak-anak, istri harus taat dan patuh kepada semua perintah suaminya, selama perintah tersebut sesuai dengan ajaran Islam. Istri rela menerima pemberian suaminya, hemat tidak boros, serta menjaga kehormatan dirinya. Begitu pula sebagai anak sebagai anggota keluarga, harus taat dan patuh menjalankan agama, berbakti kepada orang tua, berakhlak mulia, rajin beribadah dan belajar sehingga menjadi anak yang shlaeh berguna bagi agama, nusa, bangsa dan negara. Kaum Pria diperintahkan oleh Allah SWT supaya selalu berdoa untuk kebahagian keluarga, istri dan anak yang menyenangkan hati. Hal tersebut dijelaskan dalam surat Al Furqan ayat 74.Artinya : “Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS Al Furqan : 74) Lihat Al-Qur’an online di GoogleRumah merupakan satu-satunya tempat tinggal di sebuah keluarga. Di rumah itu, mereka dapat menikmati bersama pada saat senang, tempat istirahat bersama, tempat tidur, berteduh, makan-minum, tempat meminta pada saat membutuhkan, tempat hiburan pada saat susah, tempat beribadah seluruh anggota keluarga dan sebagainya. Agar tujuan nikah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan sakinah itu dapat tercapai maka dalam memilih calon istri yang beragama dan berakhlak mulia, selalu beramal shaleh, taat kepada Allah dan suaminya. Sabda rasulullah SAW yang artinya : ”Dari Jabir sesungguhnya Nabi SAW bersabda, Sesungguhnya peremouan itu dinikahi orang karena agamanya, hartanya, dan kecantikannya maka pilihlah yang beragama.” (HR Muslim dan Turmudzi)Dalam hadis yang lain disebutkan yang artinya barang siapa menikahi seorang perempuan karena harta dan kecantikannya, niscaya Allah akan melenyapkan harta dan kecantikannya. Dan barang siap yang menikahi karena kebangsawanannya, niscaya Allah tidak kan menambah kecuali kehinaan. C. Rukun NikahAgar pernikahan itu syah dan dapat dilangsungkan dengan baik maka harus memenuhi rukun-rukunnya (unsur-unsur yang harus ada dalam pernikahan). Adapun rukun nikah adalah sebagai berikut.
  1. Calon Suami syaratnya antara lain beragama Islam, bukan muhrim, calon istri tidak terpaksa dan sudah baligh
  2. Calon Istri syaratnya antara lain beragama Islam, bukan muhrim, calon suami tidak terpaksa dan sudah baligh
  3. Sigad (akad), yaitu ijab qabul. Ijab diucapkan oleh wali mempelai perempuan, seperti “Saya nikahkan engkau dengan anak saya nama fulan binti fulan dengan mas kawin ...” kemudian qabul (jawab) mempelai laki-laki, seperti “Saya terima nikahnya Fulan binti Fulan dengan mas kawin ...” tidak sah nikah kecuali dengan lafal nikah.
Sabda rasulullah SAW yang artinya ; “Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan, sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayaan Allah, dan kamu lakukan mereka dengan kalimat Allah.” (HR Muslim)
  1. Mahar (mas kawin) adalah harta yang diserahkan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan sebagai kecintaan akan hidup bersama dalam kehidupan yang mulia yang menjamin ketenangan dan kebahagian keluarga. Dasar hukumn wajibnya mahar antara lain firman Allah SWT
Artinya : “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan[267]. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS An Nisa : 4) Lihat Al-Qur’an online di Google
  1. Dua orang saksi
Sabda Rasulullah SAWﻻ ﻨﻜﺎﺡ ﺇﻻ ﺑﻮﻟﻲﻭ ﺸﺎﻫﺪﻯ ﻋﺩﻝ (ﺮﻮﺍﻩ ﺃﺣﻤ ﺪ) Artinya : “Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” (HR Ahmad)
  1. Wali
Adapun susunan dan urutan menjadi wali adalah
  1. bapak kandung
  2. kakek, yaitu bapak dari bapak mempelai perempuan
  3. saudara laki-laki sekandung
  4. saudara laki-lai sebapak
  5. anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
  6. anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
  7. paman (saudara laki-laki bapak)
  8. anak laki-laki paman
  9. hakim, wali hakim berlaku apabila yang tersebut pada nomor 1 sampai dengan 8 semuanya tidak ada atau sedang berhalangan, tetapi menyerahkan kepada hakim.
Syarat Wali dan Dua SaksiWali dan saksi bertanggung jawab atas syah nya akad perkawinan dan tidak semua orang dapat menjadi wali dan saksi, akan tetapi hendaklah orang-orang yang mempunyai sifat berikut ini.
  1. Islam. Orang yang tidak beragama Islam tidak sah menjadi wali atau saksi. Firman Allah SWT.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS Al- Maidah : 51) Lihat Al-Qur’an online di Google
  1. Balig (umur paling sedikit 15 tahun)
  2. Berakal sehat ( tidak gila)
  3. Merdeka (bukan hamba sahaya)
  4. Laki-laki. Perempuan tidak boleh menjadi wali atau saksi
  5. Adil
D. Kewajiban Suami dan IstriSetelah terjadi akad nikah maka suami mempunyai kewajiban terhadap istrinya, begitupula sebaliknya istri pun mempunyai kewajiban terhadap suaminya1) Kewajiban suami terhadap istri sebagai berikut
  1. Memberi nafkah, pakaian dan tempat tiggal kepada istri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuannya.
  2. Bergaul dengan istrinya secara ma’ruf, yaitu dengan baik, penuh kasih sayang, menghargai, memperhatikan dan sebagainya.
  3. Mendidik keluarga terutama pendidikan agama agar istri dan anak-anaknya menjadi orang-orang yang taat dan patuh menjalankan agama Islam, seperti mendirikan shalat, puasa, zakat dan membaca Al Qur’an. Dengan kata lain, menjalankan perintah agama dan meninggalkan larangannya sehingga menjadi orang yang shaleh. Firman Allah SWT.
Artunya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At Tahrim) Lihat Al-Qur’an online di Google
  1. Memimpin keluarga, istri dan anak-anaknya
Suami bertanggung jawab atas keselamatan, kesejahteraan kebahagiaan keluarga lahir bathin, dunia dan akhirat. Suami adalah sebagai pemimpin dan contoh yang baik bagi keluarganya. Firman Allah SWT.Aritnya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)[290]. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[291], maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS An Nisa : 34) Lihat Al-Qur’an online di Google2) Kewajiban istri terhadap keluarganya sebagai berikut.
  1. Patuh kepada suami, selama perintahnya tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam
  2. Memelihara dan menjaga kehormatannya serta menjaga harta benda suaminya.
  3. Hemat, cermat dan selalu bersukur kepada Allah SWT atas pemberian suami sehingga tidak memberatkan suami.
  4. Mengatru rumah tangga. Hal ini sesuai dengan fungsinya sebagai ibu rumah tangga
  5. Memelihara dan mendidik anak. Istri fungsinya lebih besar daripada suami dalam mendidik dan mengasuh anak sebab pada umunya hubungan istri dengan anak lebih dekat, terutama ketika anak masih kecil.
  6. Berusaha menasehati suami apabila berbuat tidak baik dan sebaliknya.
E. Hikmah NikahSalah satu perintah agama Islam terhadap umat manusia adalah melaksanakan pernikahan, bagi orang yang telah mampu serta telah terpenuhi sarat-sarat dan rukun pernikahan. Pernikahan yang dilaksanakan sesuai dengan ajaran agama Islam, mengandung beberapa hikmah sebagai berikut. 1. Pernikahan dapat Menentramkan Jiwa.Dengan pernikahan seseorang akan dapat memenuhi kebutuhan (seksual) dengan baik, aman, tenang, dengan suasana cinta kasih sehingga mendapatkan ketentraman jiwa, ketenangan lahir dan bathin. Kebutuhan seksual apabila tidak dapat terpenuhi dengan semestinya akan menimbulkan gangguan jiwa, seperti tertekan dan gelisah. Jadi, jelaslah bahwa dengan pernikahan akan mendapatkan ketentraman jiwa, seperti yang difirmankan Allah dalam surat Ar Rum : 21 yang artinya dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikannya diantara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berpikir. 2. Pernikahan dapat menghindarakan perbuatan maksiatLaki-laki dan perempuan yang telah melakukan akad pernikahan, kebutuhan biologis atau nafsu seksualnya dapat disalurkan sebagaimana mestinya sebab penyaluran nafsu seksual yang tidak semestinya akan menimbulkan perbuatan maksiat, yakni perzinahan. Jadi, dengan pernikahan akan terhindar dari perbuatan maksiat. Hadis rasulullah SAW yang artinya Hai pemuda-pemuda barang siapa yang mampu diantara kamu serta berkeinginan hendak kawin, hendaklah dia kawin karena sesungguhnya perkawinan itu akan memejamkan mata terhadap orang yang tidak halal dilihatnya dan akan memeliharanya dari godaan syahwat. 3. Pernikahan Dapat Melestarikan KeturunanAnak yang lahir diluar pernikahan yang sah maka tidak jelas siapa yang bertanggung jawab, siapa yang mengurusnya dan bagaimana silsilahnya. Jadi, dengan pernikahan akan terbentuk kemashlahatan rumah tangga, keturunanan dan kemashlahatan masyarakat.Firman Allah SWT.Artinya : “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?” (QS An Nahl : 72) Lihat Al-Qur’an online di Google F. Talak (Perceraian) 1. Pengertian TalakTalak menurut bahasa Arab artinya melepaskan ikatan. Adapun yang dimaksud talak disni ialah melepaskan ikatan perkawinan (pernikahan). Apabila dalam pergaulan antara suami istri tidak mencapai tujuan pernikahan, yakni membentuk rumah tangga yang bahagia (misalnya suami atau istri tidak menjalankan kewajiban atau salah satu diantara mereka menyeleweng sehingga tidak ada kecocokan lagi dan tidak dapat didamaikan) maka jala keluar satu-satunya ialah talak atau perceraian. Meskipun talak merupakan jaan yang disyariatkan, namun menjatuhkan talak tanpa sebab sangat dibenci Allah SWT.Sabda Rasulullah SAW yang artinya : “Dari Ibnu Umar, katanya, telah bersabda Rasulullah SAW, Sesuatu yang halal namun amat dibenci Allah ialah talak.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majjah)Berdasarkan kemashlahatan atau kemudaratannya, hukum talak itu ada empat.
  1. Wajib apabila antara suami sitri terjadi perselisihan dan hakim memandang perlu keduanya untuk bercerai atau suami tidak mampu untuk memenuhi hak-haka istri sebagaimana mestinya
  2. Sunah apabila suami tidak sanggup lagi membayar kewajibannya atau istri tidak menjaga kehormatannya.
  3. Haram apabila suami menjatuhkan talak si istri dalam keadaan haid, atau dalam keadaan suci tapi telah dicampurinya atau dengan talak ini mengakibatkan suami jatuh dalam perbuatan haram.
  4. Makruh apabila tidak dengan alasan yang dibenarkan oleh syara’ dan memang asal hukum dari talak itu adalah makruh
Lafal TalakKalimat yang digunakan untuk perceraian (talak) ada dua macam.
  1. Sarih (terang) adalah kalimat yang jelas untuk memutuskan tali ikatan pernikahan, seperti kata si suami “ Engkau tetalak atau saya ceraikan engkau”, dengan niat atau tidak.
  2. Kinayah (sindiran) adalah kalimat yang masih ragu-ragu (kata-kata yang tidak tegas) sehingga boleh diartikan untuk perceraian atau bukan, seperti “Pulanglah engkau ke rumah orang tuamu” atau “Pergilah engkau dari sini” kalimat sindiran ini tergantung pada niatnya. Apabila tidak ada niat untuk menceraikan maka tidaklah jatuh talak, tapi kalau diniatkan untuk menceraikan maka jatuhlah talak
2. Bilangan talakApabila suami ingin mentalak istrinya maka bilangan talaknya ialah dan talak satu sampai talak tiga. Apabila suami mentalak istrinya satu atau dua, suami masih boleh rujuk (kembali) kepada istrinya, sebelum habis iddahnya, dan boleh nikah kembali dengan akad baru apabila iddahnya sudah habis. Firman Allah SWT.Artinya : “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al Baqarah : 229) Lihat Al-Qur’an online di GoogleKemudian apabila suami telah mentalak tiga maka suami tidak boleh rujuk atau nikah lagi dengan bekas istrinya, kecuali apabila perempuan tersebut telah nikah dengan orang lain, sudah dicampur dan sudah diceraikan oleh suaminya yang kedua dan sudah habis masa iddahnya. Firman Allah SWT.Artinya : “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (QS Al Baqarah : 230) Lihat Al-Qur’an online di GoogleSelain macam talak diatas, adalagi talak yang disebut talak tebus. Talak tebus ialah talak atas permintaan istri kepada suaminya agar suaminya menjatuhkan talak kepadanya, kemudian ia memberikan bayaran kepada suaminya, sesuai dengan permintaan suaminya. 3. Ila’, Li’an, Zihar, Khulu’ dan FasakhIla’Ila’ adalah sumpah si suami bahwa dia tidak akan mencampuri istrinya dalam masa yang lebih dari empat bulan atau dengan tidak menyebutkan masa. Suami tersebut dinamakan Muli’, yaitu orang yang melakukan ila’. Apabila sebelum empat bulan suami kembali kepada istriny maka suami wajib membayar kafarat (denda) dengan memerdekakan seorang hamba, lantaran ia menyalahi sumpahnya. Akan tetapi, setelah empat bulan ia tidak kembali kepada istrinya, hakim berhak menyuruhnya untuk memilih diantara dua pilihan, yakni membayar kafarat sumpah dan kembali baik kepada istrinya atau mentalak istrinya. Apabila suami tidak mau kedua-duanya maka hakim berhak menceraikan istrinya dengan paksa.Rasulullah SAW, pernah bersumpah menjauhkan diri dari istri-istrinya dan beliau pernah mengharamkan sesuatu lantas yang haram itu beliau jadikan halal dan beliau membayara kafarat untuk sumpahnya. Li’anLi’an alah sumpah seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina. Menurut surat An nur 6-9 bahwa apabila suami yang menuduh istrinya berbuat zina dan tidak ada saksi, maka ia diwajibkan bersumpah empat kali dengan ucapan, “Demi Allah, saya benar dalam tuduhan saya” kemudian disumpah yang kelima ia wajib bersumpah “Demi Allah jika saya dusta dalam tuduhan saya, niscaya saya ditimpa laknat dari Allah”.Untuk menghindari dari hukuman, istri juga wajib bersumpah empat kali dengan ucapan “Demi Allah suami saya itu berdusta” dan untuk sumpah yang kelima, ia wajib bersumpah dengan ucapan “Demi Allah kemurkaan Allah akan menimpa saya jika suami saya itu benar”Apabila seseorang menuduh orang berzina, sedangkan saksi yang cukup (empat saksi) tidak ada maka penuduh tadi dipukul (didera) 80 kali, tetapi kalau yang menuduh itu suaminya, ial lepas dari siksaan atau dera (pukulan 80 kali), yaitu dengan jalan Li’an.Akibat dari li’an suami, timbul beberapa hukum dibawah ini.a. Dia tidak disiksa (dipukuli)b. Istri wajib disiksa dengan siksaan zinac. Suami istri bercerai selama-lamanyad. Kalau ada anak, anak itu tidak dapat diakui oleh suamiUntuk menghindari siksaan zina, istri harus membalas li’an suaminya ZiharZihar adalah perkataan suami yang menyerupakan istrinya dengan ibunya sehingga haram atasnya, seperti kata suami kepada istrinya, “Engkau bagiku seperti punggung ibuku”. Suami yang mengucapkan demikian wajib menarik kembali dan membayar kifarat sebelum istrinya digauli. Kafarat (denda) zihar ada tiga tingkatan, yaitu.
  1. memerdekakan hamba sahaya
  2. apabila tidak dapat memerdekakan hamba sahaya, puasa dua bulan berturut-turut.
  3. Apabila tidak kuat puasa, memberi makan kepada 60 orang miskin.
Masalah zihar diterangkan dalam surat Al Mujadalah ayat 2-4. Khulu’Khulu’ atau talak tebus adalah talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri kepada suami (mengembalikan mas kawinnya). Talak tebus ini boleh dilakukan kapan saja baik istri dalam keadaan suci maupun haid sebab talak seperti ini biasanya adalah permintaan dari pihak istri. Firman Allah SWT.Artinya : “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al Baqarah : 229) Lihat Al-Qur’an online di GoogleDari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa khulu’ diperboleh dengan sebab-sebab sebagai berikut.a. Apabila suami istri dikhawatirkan tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, yakni menciptakan pergaulan rumah tangga yang baikb. Apabila istri sangat benci kepada suami dengan sebab tertentu sehingga dikhawatirkan istri tidak akan mematuhi suaminya. FasakhFasakh adalah rusaknya ikatan pernikahan antara suami istri karena sebab-sebab tertentu.
  1. Sebab-sebab yang merusak akad nikah ialah
1) akad nikah dilaksanakan karena rukun dan syarat pernikahan telah terpenuhi, tetapi di kemudian hari diketahui bahwa istrinya adalah muhrim suaminya2) salah satu dari suami atau istri keluar dari agama Islam3) semula suami istri musyrik, tetapi kemudian salah satunya masuk Islam dan yang lainnya tetap musyrik
  1. Sebab-sebab yang menghalaingi tujuan pernikahan
1) suami dinyatakan hilang2) suami dipenjara lima tahun atau lebih3) suami menipu, misalnya suami semula mengaku orang baik-baik ternyata penjahat4) sumai istri mengidap penyakit yang mengganggu hubungan rumah tangga 4. HadanahHadanah artinya ialah mengasuh, memelihara dan mendidik anak yang amsih kecil. Apabila terjadi perceraian antara suami istri dan keduanya mempunyai anak yang belum mumayiz (belum mengerti kemashlahatan dirinya) maka istrilah yang lebih berhak untuk mengasuh dan mendidik anak tersebut sehingga ia mengerti akan kemashlahatan dirinya. Anak tersebut tinggal bersama ibunya, selama ibunya belum menikah lagi dengan orang lain, tetapi belanja tetap wajib ditanggung oleh ayahnya.Disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW, yang artinya “Dari Abdullah ibnu Umar, bahwasanya seoran perempuan berkata, “Ya Rasulullah! Sesungguhnya anak saya ini perut saya yang mengandungnya, tetek saya yang menyusuinya, dan pangkuan saya tempat perlindungannya, tetapi bapaknya telah menceraikan saya dan hendak mengambil dia dari saya” rasulullah SAW bersabda, “Engkau lebih berhak kepadanya selama kamu belum nikah” (HR ahmad dan Abu Dawud)Apabila anak tersebut sudah mengerti maka anak disuruh memilih untuk tinggal bersama bapaknya atau ibunya.Apabila yang mengasuh anak tersebut bukan ibunya atau bapaknya maka supaya diserahkan kepada keluarga yang terdekat. Apabila keluarga yang terdekat tidak ada supaya didahulukan kepada wanita daripada pria.Syarat-syarat menjadi pengasuh atau pendidik ialah:1) berakal sehat2) merdeka3) menjalankan agama Islam dan berakhlak mulia4) dapat dipercaya dan jujur5) dapat menjaga kehormatan dan nama baik si anak6) tetap tinggal di dalam negeri atau kampung anak yang diasuh G. IddahIddah ialah masa menunggu bagi wanita yang telah dicerai oleh suaminya baik cerai biasa maupun ditinggal mati suaminya untuk tidak menikah dengan orang lain. Diadakan masa idah untuk mengetahui apakah selama idah wanita tersebut hamil atau tidak dan apabila ia hamil maka naka tersebut sebagai anak dari suami yang menceraikan.Macam iddah sebagai berikut.1. wanita yang dicerai suaminya (ditinggal mati suaminya) kalau ia sedang mengandung maka masa iddahnya hingga lahir anak yang dikandungnya. Firman Allah SWT.Artinya : “Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS At Thalaq : 4) Lihat Al-Qur’an online di Googlebagi wanita yang ditinggal mati suaminya, sedangkan ia tidak mengandung atau hamil, maka masa iddahnya ialah 4 bulan 10 hari. Firman Allah SWT. Artinya : “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis ‘iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS Al Baqarah : 234) Lihat Al-Qur’an online di Google2. bagi wanita yang dicerai suaminya dan ia masih haid maka iddahnya ialah tiga quru’ (tiga kali suci). Firman Allah SWT. Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al Baqarah : 228) Lihat Al-Qur’an online di Google3. wanita yang ditalak suami dan ia sudah tidak haid lagi maka iddahnya ialah tiga bulan. 4. wanita yang dicerai suaminya tetapi belum dicampuri maka wanita tersebut tidak ada iddahnya. Firman Allah SWTArtinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut’ah[1225] dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya.” (QS Al Ahzab : 49) Lihat Al-Qur’an online di GoogleHak perempuan dimasa iddah ialah sebagai berikut.
  1. perempuan yang dalam masa iddah raj’iyah talak satu dan dua berhak menerima dari bekas suaminya tempat tinggal, pakaina dan segala belanja
perempuan yang dalam iddah ba’in (talak tiga) kalau ia mengandung, ia berhak menerima tempat tinggal, nafkah dan pakaian. Firman Allah SWT Artinya : “Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.” (QS At Thalaq : 6) Lihat Al-Qur’an online di Google
  1. perempuan yang dalam iddah bain, tetapi ia tidak mengandung maka ia hanya berhak menerima tempat itnggal saja.
  2. perempuan yang dalam iddah karena ditinggal mati suaminya baik ia mengandung atau tidak, ia tidak mempunyai hak apa-apa sebab ia dan anaknya telah mendapat hak pusaka dari suaminya yang meninggal itu
H. Rujuk1. Pengertian RujukRujuk menurut bahasa artinya kembali (mengembalikan). Adapun yang dimaksud rujuk disini adalah mengembalikan status hukum perkawinan secara penuh setelah terjadi talak raj’i yang dilakukan oleh mantan suami terhadap mantan istrinya dalam masa iddahnya dengan ucapan tertentu. Firman Allah SWT Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al Baqarah :228) 2. Hukum Rujuka. Wajib khusus bagi laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu jika salah seorang ditalak sebelum gilirannya disempurnakannya.b. Haram apabila rujuk itu, istri akan lebih menderitac. Makruh kalau diteruskan bercerai akan lebih baik bagi suami istrid. Jaiz, hukum asal Rujuke. Sunah jika rujuk akan membuat lebih baik dan manfaat bagi suami istri 3. Rukun Rujuk
  1. Istri, syaratnya pernah dicampuri, talak raj’i, dan masih dalam masa iddah
  2. Suami, syaratnya atas kehendak sendiri tidak dipaksa
  3. Saksi yaitu dua orang laki-laki yang adil
  4. Sighat (lafal) rujuk ada dua, yaitu
1) terang-terangan , misalnya “Saya rujuk kepadamu”2) perkataan sindiran, misalnya “Saya pegang engkau” I. Perkawinan Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974Pada garis besarnya, undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan terdiri atas 14 bab dan terbagi dalam 67 pasal.1. Pencatatan perkawinanDalam UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (2) dinyatakan bahwa “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku”.Selanjutnya dalam komplikasi hukum Islam di indonesuia dirinci sebagai berikut.a. agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatatb. pencatatan perkawian harus dilakukan oleh pegawai pencatat nikahc. setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan pegawai pencatat nikahd. perkawinan yang dilakukan diluar pegawai pencatat nikha tidak mempunyai kekuatan hukum2. Sahnya PerkawinanDalam UU No. 1 Thaun 1974 Pasal 2 Ayat (1) ditegaskan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.Selanjutnya ditegaskan dalam kompilasi hukum di inonesia sebagai berikut.
  1. Perkawinan adalah saha apabila dilakukan menurut aturan hukum Islam
  2. Perkawinan yang menurut Islam adalah pernikahan, yaitu akad yangb sangat kuat untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
3. Tujuan PerkawinanDalam UU No. 1 Tahun 1974 pasal 1 dinyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.Ditegaskan dalam kompilasi hukum Islam bahwa perkawinan bertujuan mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah (QS Ar Rum : 21) 4. Batasan-Batasan dalam berpoligamiPada undang-undang nomor 1 Tahun 1974 pasal 3 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa “Pada asanya pada suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Begitu pula seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.”Selanjutnya dalam pasal 4 dan 5 ditegaskan bahwa apabila suami akan beristri lebih dari seorang, ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan didaerah tempat tinggalnya. Pengadilan hanya memberi izin untuk berpoligami apabila terdapat hal-hal berikut ini.a. Istri tidak dapat mejalankan kewajibannya sebagai istrib. Istri mendapat cacat badan ataui penyakit yang tidak dapat disembuhkan c. Istri tidak dapat melahirkan keturunanDalam mengajukan permohonan, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
  1. adanya persetujuan dari istri
  2. adanya kepastian bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.