000<( Selamat Datang di Syahvee's Blog, Blog ini hanya berisi sedikit informasi sederhana, semoga bermanfaat. )>000

Selasa, 07 September 2010

PERTANYAAN PERTAMA PADA SUAMI DAN ISTRI

Rasulullah bersabda :”AWWALU MAA TUS-ALUL MAR-ATU YAUMAL
QIYAAMATI ‘ANSHOLAATIHAA WA’AN BA’LIHAA” (al hadits)
“Pertama kali yang di pertanyakan kepada seorang isteri pada hari kiamat
adalah tentang sholatnya dan suaminya”.
Rasulullah bersabda:”Permulaan yang di perhitungkan dari seseorang lelaki
(suami) adalah mengenai shalatnya, kemudian tentang istrinya dan perkaraperkara
yang di kuasainya. Jika pergaulannya bersama mereka baik dan
Kitab Uquudu Lujain Fii Bayaani Huquuzzaujaini
21
lelaki itu berlaku baik kepada semuanya, maka Allah berbuat bagus
kepadanya. Dan permulaan perkara yang di perhitungkan (yakni dihisab)bagi
perempuan adalah tentang shalatnya kemudian tentang hak-hak suaminya.
(al hadits)
Rasulullah S.A.W bersabda kepada istrinya:”Dimana engkau mempunyai
kewajiban kepada suamimu?. Istri beliau menjawab : Aku tidak akan berbuat
lalai dalam melayaninya, kecuali terhadap hal-hal yang kurasa atidak mampu
kulakukan. Rasulullah S.A.W pun melanjutkan :”Bagaimanapun kamu
bergaul bersamanya maka sesungguhnya suamimu adalah sorga dan
nerakamu”. (al hadits).
Tersebut dalam riwayat, bahwa Nabi S.A.W bersabda:”Ada empat macam
wanita yang masuk sorga dan empat macam wanita yang lain masuk neraka.
Diantaranya empat macam wanita yang masuk sorga adalah, istri yang
memelihara kesucian (kehormatan dirinya ), menaati perintah Allah dan
menaati suaminya, banyak anaknya, penyabar, mudah menerima pemberian
sedikit bersama suaminya, mempunyai rasa malu. Kalau suaminya tidak ada
ditempat (sedang pergi) ia memelihara dirinya dan harta suaminya. Kalau
suaminya sedang di rumah ia mengekang lisannya.
Yang lain adalah isteri yang ditinggal mati suaminya, ia mempunyai anak
banyak tetapi ia menahan diri untuk kepentingan anak-anaknya, memelihara
mereka berlaku baik pada mereka dan tidak menikah lagi karena khawatir jika
menyia-nyiakan anak-anaknya itu.
Adapun empat wanita yang lain yang di tetapkan masuk neraka adalah, istri
yang berlisan buruk pada suaminya, kalau suaminya sedang pergi ia tidak
menjaga kehormatan dirinya, kalau suaminya berada dirumah lisannya terus
mencerca dengan kata-kata yang buruk, dan isteri yang membebani
suaminya dengan beban yang tidak sanggup dipikulnya, dan isteri yang tidak
menutup dirinya dari lelaki lain bahkan ia keluar rumah dengan dandanan
yang berlebihan, dan isteri yang tidak mempunyai aktivitas lain kecuali
makan, minum, tidur dan tidak mempunyai kecintaan untuk melaksanakan
sholat, tidak menaati Allah dan rasulNYA dan tidak berusaha menaati
suaminya. Isteri yang bersikap seperti itu adalah istri yang terlaknat, termasuk
ahli neraka, kecuali jika segera bertaubat. (al hadits)
Kata Sa’ad bin waqash, aku mendengar Rasulullah S.A.W
bersabda:”Sesungguhnya seorang istri jika tidak membesarkan hati suaminya
sewaktu mengalami kesempitannya, maka Allah akan melaknatnya dan
begitu pula para malaikat semuanya ikut melaknat dirinya. (al hadits)
Salman Al farissi mengatakan bahwa aku mendengar Rasulullah S.A.W
bersabda:”MAA NADZARATIMRA-ATUN ILAA GHAIRI ZAUJIHAA
BISYAHWATIN ILLAA SUMMIRAT ‘AINAHAA YAUMANLQIYAAMATI. (al
hadits)
“Tidaklah seoarang istri yang memperhatikan lelaki yang bukan suaminya di
sertai syahwat, kecuali kedua matanya kelak di hari kiamat akan di butakan”.
Abu ayyub Al anshari mengatakan, aku mendengar bahwa Rasulullah S.A.W
bersabda : ”Dilangit dunia, Allah menciptakan (menempatkan tujuh puluh ribu
malaikat, d imana mereka melaknati setiap isteri yang menghianati suaminya
dalam penggunaan hartanya. Di hari kiamat kelak mereka dikumpulkan
bersama para tukang sihir, para dukun, kendati sepanjang hidupnya
dihabiskan untuk melayani suaminya”. (al hadits)
Kata mu’awiyah, sesungguhnya aku mendengar bahwa Rasulullah S.A.W
besabda: ”AYYUMAA IMRA-ATIN AKHADZAT MIN MAALIN ZAUJIHAA
BIGHAIRI IDZNIHI ILLA KAANA ‘ALAIHAA WIZRUU SAB’IINA ALFA
SAARIQ”.
“Mana saja seorang isteri yang mengambil harta suaminya, tanpa seizinnya
kecuali dirinya mendapat tujuh puluh dosanya pencuri”. (al hadits)
Rasulullah S.A.W bersabda:”Allah mengharamkan setiap orang msuk sorga
sebelum aku, hanya saja melihat dari sebelah kananku seorang perempuan
yang mendahului aku menuju pintu sorga. Aku bertanya “Bagaimana
perempuan ini mendahuluiku? Dijawab:”Hai Muhammad, dia adalah
perempuan yang bagus. Ia mempunyai anak-anak yatim tetapi ia bersabar
merawat mereka hingga mencapai usia beligh. Lalu dia bersyukur kepada
Allah terhadap semua itu”. (al hadits)

Sumber : Kitab Uquudu Lujain Fii Bayaani Huquuzzaujaini

Pandangan Islam Tentang "CEMBURU"

Rasulullah S.A.W bersabda : ”INNII LAGHAAYUURUN WAMAA MINIMRI-IN
LAA YAGHAARUILLAA MANKUUSUL QALBI”
Sesungguhnya aku ini pecemburu. setiap orang yang tidak mempunyai rasa
pecemburu, maka tidak lain kecuali orang itu berhati terbalik” (Al hadits)
Rasulullah S.A.W bersabda:”Sesungguhnya Allah S.W.T itu pecemburu, dan
orang mukmin itu hendaknya pecemburu. Kecemburuan Allah adalah jika ada
orang mukmin yang melakukan prbuatan yang diharamkan oleh Allah.
(Diriwayatkan oleh Ahmad, bukhari, muslim dan turmudzi dari abu hurairah)
Imam Ali Ra mengatakan, ”Apakah kalian tidak malu. Apa kalian tidak
cemburu membiarkan perempuan-perempuan(istri-istri)mu keluar ketengah
tengah kaum lelaki. Ia melihatnya dan mereka memperhatikan dirinya”.
Sebaliknya cemburu yang berlebihan juga tidak baik. Imam Ali Ra
mengatakan hal itu, ”Janganlah kamu berlebihan mencemburu. Sebab
dengan kecemburuan yang berlebihan itu sama artinya menuduh istrimu
berbuat buruk”.
Rasulullah S.A.W bersabda : ”Sesungguhnya di antara kecemburuan ada
yang di cintai Allah dan ada pula kecemburuan yang di benci Allah. Di antara
sikap berbangga diri ada yang di sukai Allah dan ada pula sikap berbangga
diri yang di murkai Allah. Adapun kecemburuan yang di sukai Allah adalah
kecemburuan (Dalam hal keragu-raguan). Kecemburuan yang di benci Allah
adalah kecemburuan di luar hal itu. Adapun sikap berbangga diri yang di
sukai Allah adalah keberbanggaan seseorang ketika maju kemedan
pertempuran di saat terjadinya bencana. Sikap keberbanggaan yang dibenci
Allah adalah dalam hal kebatilan”.
Di Era globalisasi dewasa ini, kalau ada perempuan keluar rumah maka
hampir di pastikan menjadi sasaran godaan kaum lelaki. Mungkin dengan
cara mengedipkan matanya atau disentuh. Ada pula yang sekedar di pegang
dan ada pula yang disindir dengan kata kata yang jorok yang tidak
mengenakan telinganya.
Yang terakhir itu tentu saja khusus bagi orang baik-baik dan orang sholehah
serta selalu menjaga kehormatannya. Ibnu Hajar mengatakan, jika seorang
perempuan (istri)bermaksud hendak keluar untuk menjenguk orang tua,
misalnya, sebenarnya tidak dilarang. Tetapi terlebih dulu harus memperoleh
izin dari suaminya. yang perlu diperhatikan pula, hendaknyaketika keluar
jangan memamerkan perhiasan dan dandanannya. Sebaiknya bahkan dirinya
dianjurkan agar berdandan sebagaimana seorang pelayan yang kotor
tubuhnya.
Pakaian yang dikenakannya tidak perlu bagus, melainkan pakaian yang
sederhana. Pandangan hendaknya dijaga, di tundukkan sepanjang jalan.
Tidak perlu tengok kanan dan kiri. Kalau tidak begitu justru akan membuka
kesempatan untuk melakukan kemaksiatan kepada Allah, Rasul-NYA dan
kemaksiatan kepada suaminya.

Sumber : Kitab " Uquudu Lujain Fii Bayaani Huquuzzaujaini "

Jumat, 06 Agustus 2010

DOSA BESAR BAGI ISTERI

Termasuk dosa besar bagi seorang isteri adalah bila mana keluar rumah
tanpa seijin suaminya. Kendati tujuannya untuk takziyah kepada orang tuanya
yang mati. Tersebut dalam ihya ‘ulumuddin Imam Al Ghozali di katakan
bahwa ada seorang lelaki (suami)hendak bepergian. Sebelum berangkat ia
meminta istrinya agar tidak turun dari tempatnya yang berada di bagian
bangunan tingkat atas. Sementara Orang tuanya berada di tingkat bawah.
Orang tuanya sakit. Perempuan itu mengutus seorang pembantunya
menghadap Rasulullah S.A.W untuk minta izin turun sebentar untuk
membesuk orang tuanya.
Rasulullah S.A.W bersabda :”Taatilah suamimu. Jangan kau turun. . ”Tidak
begitu lama, orang tuanya mati. IA mengirim utusan menghadap Rasulullah
S.A.W untuk memohonkan izin, agar dirinya dapat menyaksikan jenazah
orang tuanya.
Rasulullah S.A.W bersabda :”Taatilah suamimu”. Maka orang tuanyapun di
kuburkan. tidak begitu lama Rasulullah S.A.W mengutus seseorang untuk
memberi tahu pada perempuan itu bahwa Allah telah mengampuni dosa dosa
orang tuanya disebabkan ketaatan perempuan itu pada suaminya.

FAIDAH Ada seorang Ibu memberi nasehat pada putrinya, IA berkata
peliharalah sepuluh tingkah ini, niscaya kamu akan menjadi simpanan, Yaitu:
Pertama dan kedua: Mudah menerima keadaan(qona’ah), berbakti dan
mentaati suami.
Ketiga dan keempat, hendaknya kamu menjadikan dirimu sebagai perempuan
yang selalu didambakan dan dirindukan lantaran tatapan mata dan
ciumannya. Artinya hendaknya kamu jangan sampai dilihat suamimu sebagai
perempuan yang di benci (atau perempuan yang buruk). hendaknya suamimu
tidak pernah berkasih mesra dengan dirimu kecuali dalam keadaan selalu
harum melekat dalam dirimu.
Kitab Uquudu Lujain Fii Bayaani Huquuzzaujaini
32
Kelima dan keenamnya hendaknya kamu selalu menjadi perhatian sewaktu
suamimu makan dan tidur. Sebab rasa lapar itu mudah menimbulkan
pemberontakan nafsu dan sulit tidur, bahkan mempermudah tumbuhnya
kemarahan.
Ketujuh dan kedelapannya hendaknya kamu pandai pandai memelihara harta
dan rahasia keluarga suami yang dapat mempermalukan dirinya.
Kesembilan dan kesepuluhnya : Hendaknya kamu jangan menentang
perintahnya, dan jangan suka menyebarkan rahasia suami. Karena kalau
kamu menentang perintahnya akan sangat mudah menimbulkan/meledakkan
kemarahannya. Kalau kamu menyebarluaskan rahasianya berarti kamu tidak
dapat di percaya jika dia sedang tidak ada dirumah.
Ingatlah baik baik ingatlah. Sekali sekali kamu jangan menunjukkan
kegembiraan di hadapannya, selagi suamimu sedang bersedih. Sebaliknya
jangan berwajah cemberut selagi suamimu berwajah berbinar binar lagi
gembira.
Rasulullah S.A.W bersabda : ”Sesungguhnya seorang istri yang keluar rumah
sedangkan suaminya tidak menyukainya maka seluruh malaikat
melaknatinya, demikian pula semua barang yang di lewatinya, selain jin dan
manusia. Sehingga dirinya kembali dan bertaubat.

Sumber : Kitab Uquudu Lujain Fii Bayaani Huquuzzaujaini " BAB 19 "

Rabu, 04 Agustus 2010

Pengertian Thagut (QS.Al-Baqarah 256)

Thagut adalah setiap yang disembah selain Allah, ia rela dengan peribadatan yang dilakukan oleh penyembah atau pengikutnya, atau rela dengan keta’atan orang yang menta’atinya dalam hal maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Allah mengutus para Rasul agar memerintahkan kaumnya menyemabh kepada Allah semata dan menjauhi thagut.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (٣٦)

36. dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut[826] itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya[826]. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).

[826] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.
[826] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.

Bentuk thagut teramat banyak, tetapi pemimpin mereka ada lima :
1. Setan
Thagut ini selalu menyeru beribadah kepada sealin Allah’

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (٦٠)

60. Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu",
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (٦٠)

60. Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu",

2. Penguasa zhalim yang mengubah hukum-hukum Allah Ta’ala.
Seperti peletak undang-undang yang tidak sejalan dengan Islam.

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (٢١)

21. Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang Amat pedih.
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (٢١)

21. Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang Amat pedih.

3. Hakim yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah.
Jika ia mempercayai bahwa hukum-hukum yang diturunkan Allah tidak sesuai lagi, atau membolehkan diberlakukannya hukum yang lain.

إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ فَلا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ (٤٤)

44. Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.

4. Orang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib sealin Allah.

قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ الْغَيْبَ إِلا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ (٦٥)

65. Katakanlah: "tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.

5. Seseorang atau sesuatu yang disembah dan diminta pertolongan oleh manusia selain Allah, sedangkan ia rela dengan yang demikian.

وَمَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِنْ دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ (٢٩)

29. dan Barangsiapa di antara mereka, mengatakan: "Sesungguhnya aku adalah Tuhan selain daripada Allah", Maka orang itu Kami beri Balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim.

Setiap mukmin wajib mengingkari thagut sehingga ia menjadi seorang mukmin yang lurus.

لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (٢٥٦)

256. tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

[162] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.

Itulah pengertian dari thagut, ayat berikut ini untuk mengingatkan siapa thagut dan bahayanya mereka.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (٣٦)

فَفَرَرْتُ مِنْكُمْ لَمَّا خِفْتُكُمْ فَوَهَبَ لِي رَبِّي حُكْمًا وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُرْسَلِينَ (٢١)
إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ فَلا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ (٤٤)

قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ الْغَيْبَ إِلا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ (٦٥)

وَمَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِنْ دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ (٢٩)

Yang artinya adalah sebagai berikut:
36. dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut[826] itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya[826]. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).

[826] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.
[826] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.

60. Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu",

21. lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul.

44. Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.

65. Katakanlah: "tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.

29. dan Barangsiapa di antara mereka, mengatakan: "Sesungguhnya aku adalah Tuhan selain daripada Allah", Maka orang itu Kami beri Balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim.

sumber : http://jalan-islamkaffah.blogspot.com/2009/09/thagut.html

ETIKA BERDAKWAH DALAM ISLAM

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ


“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka adalah orang-orang yang beruntung” (QS Ali Imran:104)

Di antara kewajiban asasi dalam Islam adalah kewajiban melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, suatu kewajiban yang dijadikan oleh Allah Swt. sebagai salah satu dari dua unsur pokok keutamaan dan kebaikan umat Islam. Sebagaimana halnya Allah Swt. memuji orang-orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar, maka Allah Swt. mencela orang-orang yang tidak menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.
Allah Swt. berfirman, “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka selalu durhaka dan melampuai batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu” (QS Al-Maidah: 78-79).
Dengan demikian, seorang Muslim bukanlah semata-mata baik terhadap dirinya sendiri, melakukan amal saleh dan meninggalkan maksiat serta hidup di lingkungan khusus, tanpa peduli terhadap kerusakan yang terjadi di masyarakatnya. Muslim yang benar-benar Muslim adalah orang yang saleh pada dirinya dan sangat antusias untuk memperbaiki orang lain. Dialah yang digambarkan oleh Allah Swt. dalam QS Al-‘Ashr,
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS Al-‘Ashr: 1-3).
Tidak ada keselamatan bagi seorang Muslim dari kerugian dunia dan akhirat, kecuali dengan melakukan tawashi bil haq dan tawashi bish shabr yang biasa diistilahkan amar ma’ruf nahi munkar. Maka setiap kemungkaran yang terjadi pada suatu masyarakat Muslim hanyalah disebabkan oleh kelengahan masyarakat Muslim itu sendiri.

Oleh karena itu, Rasulullah Saw. besabda, “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Maka barangsiapa tidak mampu (mengubah dengan tangannya), hendaklah ia mengubah dengan lisannya, dan barangsiapa tidak mampu (mengubah dengan lisannya), hendaklah ia mengubah dengan hatinya, tetapi yang demikian itu adalah selemah-lemah iman” (HR Muslim).
Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa mengubah kemungkaran merupakan kewajiban setiap Muslim. Sesuai dengan urutannya, setiap Muslim hendaknya berupaya semaksimal mungkin untuk menghentikan kemungkaran dengan tangannya. Bila tidak mampu dengan tangan, maka dengan lisannya. Bila tidak mampu juga, maka cukuplah hati kita mengingkari dan menolaknya, bukan justru mendukungnya.
Namun, kebanyakan umat Islam saat ini kurang peduli dengan kemungkaran yang merebak di masyarakatnya. Atau ia langsung memilih alternatif ketiga, yaitu mengubah kemungkaran dengan hatinya, padahal ia belum mencoba mengubah dengan tangannya atau dengan lisannya.
Dalam konteks amar ma’ruf nahi munkar, ma’ruf adalah maa ‘arofahu al-aqlu wasy-syarru’ (sesuatu dianggap ma’ruf bila seusai dengan ajaran Islam dan akal), sehingga ukuran kebaikan itu tidak terletak pada subyektifitas perorangan. Kita sering mendengar sesuatu baik, akan tetapi tidak jelas baik menurut siapa. Baik dalam mustholahul Islami adalah baik menurut Allah dan baik menurut akal. Sedangkan al-munkar adalah maa ankaro ‘alaihi aqlu wasy-syar’ (sesuatu yang diingkari oleh akal dan Islam). Jadi amar ma’ruf nahi munkar itu dua istilah terminologi dalam Islam, sehingga cara memahaminya harus dikembalikan kepada Islam itu sendiri.
Dalam QS Ali Imran: 110, Allah Swt. berfirmah, “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk mansia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah …”
Jadi agar menjadi yang terbaik, maka kita harus berani di tengah-tengah masyarakat untuk melakukan perbaikan di segala bidang kehidupan. Dengan menjadi umat terbaik, maka kita bisa memelihara kehidupan manusia dari berbagai macam keburukan dan kerusakan, baik keburukan dalam akhlaq, keburukan dalam sistem ekonomi, keburukan dalam dunia politik, kerusakan dalam dunia pendidikan, dan lain sebagainya. Upaya pemeliharan yang harus kita lakukan adalah dengan senantiasa menggulirkan amar ma’ruf nahi munkar. Dan agar upaya amar ma’ruf nahi munkar ini berlangsung dengan baik, maka kita harus memiliki kekuatan yang memadai. Tanpa dukungan kekuatan yang memadai, sebuah jama’ah akan mengalami kesulitan dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan sempurna.
Kekuatan yang dimaksudkan di sini bukan hanya berupa senjata saja, tapi yang lebih penting adalah kekuatan ruhiyah (kekuatan mentalitas). Dengan kondisi ruhiyah yang baik dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar, kita tidak akan dikendalikan oleh perasaan kita. Ketika seorang da’i dalam berdakwah dikuasai oleh perasaannya, akan mudah merasa tidak enak ketika harus berdakwah kepada orang tuanya, atau kepada saudaranya, atau kepada mantan gurunya. Kita harus merasa lebih tidak enak kepada Allah kalau kita tidak berdakwah.
Keketapan Allah Swt. untuk menjadi umat Islam sebagai umat terbaik bukan merupakan basa-basi dari Allah Swt. Umat Islam memang umat terbaik, tapi itu semua membutuhkan kerja nyata dan pengorbanan. Karena keterbaikan kita bukan karena faktor keturunan, meski kita dilahirkan dalam keluarga Muslim. Justru ke-Musliman kita harus senantiasa kita kembangkan sehingga akhirnya benar-benar bisa menjadi yang terbaik. Jangan sampai kita mempunyai pemahaman seperti orang-orang Ahli Kitab. Mereka merasa yang terbaik bukan karena kualitas keimanan kepada Allah Swt., akan tetapi karena mereka merasa keturunan Yahudi dan Nasrani.
Mereka menganggap bahwa orang Yahudi dan Nasrani adalah bangsa pilihan. Pemahaman seperti ini masih melekat sampai sekarang, terutama pada orang-orang Yahudi. Oleh karena itu penyakit orang Yahudi ini jangan sampai menular pada umat Islam. Jangan sampai ada seorang Muslim yang menganggap dirinya terbaik bukan karena kualitas keimanannya kepada Allah, akan tetapi karena ia keturunan seorang Muslim. Padahal kemuliaan dalam pandangan Islam bukan ditentukan oleh faktor keturunan, akan tetapi karena ketaqwaannya kepada Allah sesuai dengan firman-Nya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS Al-Hujurat:13).
Jadi, menjadi umat terbaik bukan karena faktor keturunan, akan tetapi karena adanya amal yang produktif dalam rangka menjaga kehidupan umat manusia dari kemungkaran-kemungkaran dan dalam rangka melakukan amar ma’ruf, yang semuanya dilandasi oleh keimanan.
Dalam sebuah ayat, Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS Al-Maidah: 35).
Dalam ayat ini, Allah Swt. menyuruh kita untuk mencari wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. kemudian berjihad dengan menggunakan wasilah itu sampai Allah Swt. memberikan kemengan dunia dan akhirat.
Kalau ayat ini kita padukan dengan QS Ali Imran: 104 di atas, maka kita akan memahami bahwa Allah Swt. menyuruh kita mencari atau membuat sebuah wasilah dimana dengan wasilah itu kita dapat berjihad dengan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar hingga Allah Swt. memberikan kemenangan kepada kita.
Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan, wasilah memiliki dua arti. Pertama, wasilah berarti alat, usaha yang dapat mencapai tujuan. Kedua, wasilah berarti derajat yang tertinggi di surga yang disediakan untuk Nabi Muhammad Saw. Hal ini dijelaskan Rasulullah Saw. dalam sabdanya,
“Jika kalian bersalawat untukku, maka mintakan kepada Allah untukku wasilah. Sahabat bertanya, ‘Apakah wasilah itu ya Rasulullah?’ Jawab Nabi Saw., ‘Tingkat yang tetinggi di surga, tidak akan dicapai oleh seseorang, dan aku berharap semoga akulah orangnya” (HR Ahmad dan Tirmidzi).
Dr. Yusuf Al-Qaradhawi menetapkan empat syarat melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Pertama, perkara tersebut disepakati kemungkarannya. Artinya, kemunkarannya ditetapkan berdasarkan nash syara’ yang tegas dan jelas, atau berdasarkan kaidah-kaidah yang qath’i setelah melalui penyelidikan. Perkara tersebut adalah sesuatu yang jelas-jelas keharamannya dimana pelakunya berhak mendapat siksa, baik berupa melakukan sesuatu yang dilarang, maupun meninggalkan sesuatu yang diperintahkan. Baik yang termasuk dosa kecil maupun dosa besar.
Kedua, kemunkaran dilakukan secara terang-terangan atau dapat dilihat berdasarkan bukti-bukti yang jelas dan benar. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Saw., “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran …” Mencegah kemungkaran harus berdasarkan penglihatan mata, bukan karena mendengar dari orang lain.
Ketiga, adanya kemampuan bertindak untuk mengubah kemungkaran. Hal ini juga berdasarkan hadits yang sama. Siapa yang tidak mampu mengubah dengan tangan dan lisannya, maka cukuplah baginya menolak kemungkaran dengan hatinya. Biasanya yang mempunyai kemampuan ialah penguasa di wilayah kekuasaannya, misalkan suami terhadap istri, ayah terhadap anak-anaknya, ketua sebuah organisasi terhadap anggotanya, dan pemerintah terhadap rakyatnya.
Keempat, tidak dikhawatirkan akan menimbulkan kemungkaran yang lebih besar. Misalkan, pencegahan terhadap sebuah kemungkaran menimbulkan fitnah yang dapat memicu pertumpahan darah. Hal ini didukung oleh hadits Nabi Saw., “Kalau bukan karena kaummu baru terentas dari kemusyrikan, niscaya saya bangun Ka’bah di atas pondasi yang dibangun Ibrahim” (HR Bukhari). Wallahu a’lam bishshawab.

Tafsir Depag RI : QS 002 - Al Baqarah 256

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ  

Ada suatu riwayat tentang sebab turunnya ayat ini, seorang lelaki bernama Abu Al-Husain dari keluarga Bani Salim Ibnu Auf mempunyai dua orang anak lelaki yang telah memeluk agama Nasrani sebelum Nabi Muhammad saw. diutus Tuhan sebagai nabi. Kemudian kedua anak itu datang ke Madinah (setelah datangnya agama Islam), maka ayah mereka selalu meminta agar mereka masuk agama Islam dan ia berkata kepada mereka, "Saya tidak akan membiarkan kamu berdua, hingga kamu masuk Islam." Mereka lalu mengadukan perkaranva itu kepada Rasulullah saw. dan ayah mereka berkata, "Apakah sebagian dari tubuhku akan masuk neraka?" Maka turunlah ayat ini, lalu ayah mereka membiarkan mereka itu tetap dalam agama semula. 
Jadi, tidak dibenarkan adanya paksaan. Kewajiban kita hanyalah menyampaikan agama Allah kepada manusia dengan cara yang baik dan penuh kebijaksanaan serta dengan nasihat-nasihat yang wajar sehingga mereka masuk agama Islam dengan kesadaran dan kemauan mereka sendiri. 
Apabila kita sudah menyampaikan kepada mereka dengan cara yang demikian tetapi mereka tidak juga mau beriman itu bukanlah urusan kita melainkan urusan Allah swt. Kita tidak boleh memaksa mereka. Dalam ayat yang lain Allah swt. telah berfirman yang artinya, "Apakah Engkau ingin memaksa mereka hingga mereka itu menjadi orang-orang yang beriman?" 
Dengan datangnya agama Islam, maka jalan yang benar sudah tampak dengan jelas dan dapat dibedakan dari jalan yang sesat. Maka tidaklah boleh adanya pemaksaan untuk beriman karena iman tersebut adalah keyakinan dalam hati sanubari dan tak seorang pun dapat memaksa hati seorang untuk meyakini sesuatu apabila ia sendiri tidak bersedia. 
Ayat-ayat Alquran yang menerangkan kenabian Muhammad saw. sudah cukup jelas. Maka terserahlah kepada setiap orang apakah ia akan beriman atau kafir setelah kita menyampaikan ayat-ayat itu kepada mereka. Inilah etika dakwah Islam. Adapun suara-suara yang mengatakan bahwa agama Islam dikembangkan dengan pedang itu hanyalah omong kosong dan fitnahan belaka. Umat Islam di Mekah sebelum berhijrah ke Madinah hanya melakukan salat dengan cara sembunyi dan mereka tidak mau melakukan secara demonstratif terhadap kaum kafir. Ayat ini turun kira-kira pada tahun ketiga sesudah hijrah, yaitu setelah umat Islam memiliki kekuatan yang nyata dan jumlah mereka telah bertambah banyak namun mereka tidak diperbolehkan melakukan paksaan terhadap orang-orang yang bukan muslim, baik paksaan secara halus apalagi dengan kekerasan. 
Adapun peperangan yang telah dilakukan umat Islam, baik di Jazirah Arab maupun di negeri-negeri lain seperti di Mesir, Persia dan sebagainya, itu hanyalah semata-mata suatu tindakan bela diri terhadap serangan-serangan kaum kafir kepada mereka, dan untuk mengamankan jalannya dakwah Islam. Sehingga orang-orang kafir itu dapat dihentikan dari kezaliman, memfitnah dan mengganggu umat Islam karena menganut dan melaksanakan agama mereka dan agar kaum kafir itu dapat menghargai kemerdekaan pribadi dan hak-hak asasi manusia dalam menganut keyakinan. 
Di daerah-daerah yang telah dikuasai kaum muslimin, orang-orang yang belum menganut agama Islam diberi hak dan kemerdekaan untuk memilih apakah mereka akan memeluk agama Islam ataukah akan tetap dalam agama mereka. Jika mereka memilih untuk tetap dalam agama semula, maka mereka diharuskan membayar "jizyah", yaitu semacam pajak sebagai imbangan dari perlindungan yang diberikan pemerintah Islam kepada mereka. Dan keselamatan mereka di jamin sepenuhnya asal mereka tidak melakukan tindakan-tindakan yang memusuhi Islam dan umatnya. 
Ini juga merupakan suatu bukti yang jelas bahwa umat Islam tidak melakukan paksaan, bahkan tetap menghormati kemerdekaan beragama, walaupun terhadap golongan minoritas yang berada di daerah-daerah kekuasaan mereka. Sebaliknya dapat kita lihat dari bukti-bukti sejarah, baik pada masa dahulu, maupun pada zaman modern sekarang ini, betapa malangnya nasib umat Islam apabila mereka menjadi golongan minoritas pada suatu negara. 
Ayat ini selanjutnya menerangkan, bahwa siapa-siapa yang sudah tidak lagi percaya kepada tagut, atau tidak lagi menyembah patung, atau benda yang lain, melainkan beriman dan menyembah Allah semata-mata, maka ia telah mendapatkan pegangan yang kokoh, laksana tali yang kuat yang tak akan putus. Dan iman yang sebenarnya adalah iman yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lidah dan diiringi dengan perbuatan. Itulah sebabnya, maka pada akhir ayat, Allah berfirman yang artinya, "Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." Artinya Allah senantiasa mendengar apa yang diucapkan dan Dia lalu mengetahui apa yang diyakini dalam hati, dan apa yang diperbuat oleh anggota badan. Dan Allah akan membalas amal seseorang sesuai dengan iman, perkataan dan perbuatan mereka masing-masing.

sumber : http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002--al-baqarah/589-tafsir-depag-ri-qs-002-al-baqarah-256.html

Kewajiban Seorang Suami

Kewajiban sebagai seorang suami banyak sekali, namun secara umum yang terpenting di antaranya:
  1. Kewajiban materi meliputi pemberian nafkah; kebutuhan makanan, pakaian, pendidikan keluarga, serta tempat tinggal
  2. Tidak boleh memberatkan isteri dengan mengajukan berbagai tuntutan di luar kemampuannya. Jangan membuat suasana kacau karena permasalahan sepele, sebagaimana yang telah diwasiatkan Rasulullah Sholallahu ‘alahi wassalam: “Ingatlah dan berwasiatlah kepada wanita dengan kebaikan, karena mereka berada di sisimu bagaikan pelayan dan kalian tidak bisa memiliki lebih dari itu kecuali mereka telah melakukan perbuatan keji dengan bukti jelas” Shahih diriwayatkan at-Tirmidzi dalm Sunannya (1163) dan Ibnu dalam Sunannya (1851)
  3. Kewajiban non materi seorang suami meliputi; menggembirakan isteri dan bersikap lemah lembut dalam bertutur kata. Sang suami harus bermusyawarah dan meminta pendapat isteri dalam menunaikan kebaikan. Begitu juga sang suami harus berterima kasih atas jerih payah isterinya dan tidak boleh mendiamkan di atas tiga hari karena urusan keduniaan.
  4. Hendaknya seorang suami memberi kesempatan bagi isterinya untuk beramal shalih, bersedekah dengan hartanya, memberi hadiah, menyambut tamu dari keluarga dan kerabatnya, serta setiap orang yang mempunyai hak atasnya.
  5. Hendaklah mengambil waktu yang cukup untuk tinggal di rumah dan berusaha semaksimal mungkin menghindari keluar rumah/sering bepergian tanpa tujuan. Karena sering keluar rumah yang tanpa manfaat, misal begadang, akan membawa kehancuran.
  6. Hendaknya suami tidak melarang isterinya berkunjung kepada keluarga dan kerabatnya asal tidak berlebihan.
  7. Wanita adalah mahluk yang lemah, maka wajib bagi laki-laki memberi perhatian cukup, melarangnya ke pasar dan tempat lain sendirian, dan harus menjauhkannya dari tempat ikhtilat dan khalwah dengan laki-laki lain. Begitu juga seorang suami, harus menjauhkan dari rumahnya segala sesuatu yang merusak aqidah dan akhlak keluarga, dan menyingkirkan segala sarana maksiat yang menghancurkan kehormatan, seperti alat musik.
  8. Seorang suami harus mengajarkan kepada isterinya ilmu agama dan mendidiknya di atas kebaikan, serta menyiapkan segala kebutuhannya dalam rangka untuk meraih ilmu dan istiqamah dalam beragama sesuai dengan ajaran Allah.
Dikutip dari buku “Romantika Kawin Muda” karya Al Ustadz Zaenal Abidin Syamsudin, Penerbit; Pustaka Imam Abu Hanifah.